AKU PUNYA TEMAN

Dokter ini tidak cuma menyembuhkanmu dengan obat,-dan sejujurnya aku kurang percaya juga-, dia juga bisa memberikan terapi lain untuk sakit hatimu

“Vitaaa!! Sini cepetan!” aku memanggil teman baruku, Vita, yang melintas di depan kubikelku. Minggu-minggu itu kami memang belum punya pekerjaan apa-apa selain mengetik-ngetik lucu (melancarkan jari buat mengetik lagi karena rehat sehabis mengerjakan skripsi) dan menghapalkan nama-nama karyawan yang lebih senior.

“Apaan, Kris?” tanya Vita sambil menghampiriku.

“Lihat siapa yang kirim e-pesan ke aku! Kyaaa!!” kataku dengan akhir yang histeris, dan Vita pun ikut berteriak,

“Kyaaa!! Jadi dia udah tau namamu?!” kutoyor saja anak itu, kemarin kami sudah bertemu dan kenalan di pertemuan satu bagian, sial sekali kalau sampai dia tetap tidak tahu namaku, walau mungkin aku memang lupa menyebutkan namaku karena keburu gagu saat berhadapan dengannya.

“Lihat dia ngajakin apa! Ikut yuk? Biar bisa kenalan lagi,hehe..” kataku ke Vita sambil menunjukkan isi e-pesan, yang merupakan semacam e-mail internal di kantor kami.
E-pesan dari seseorang yang kami lihat untuk pertama kali di hari ketiga kami bekerja.

“Iya, ikut aja Kris! Oh..ngajak tenis ya? Kita sama-sama pada belum bisa kan? Nyante aja. Tuh lihat, dia nulis ajak Vita, anak-anak cowok juga, artinya ajakannya bukan eksklusif buat kamu, nggak usah ge-er kamu, hehe..”
Dua kali toyor pagi itu buat Vita.

***
-Satu setengah minggu sebelumnya-
-Lorong di depan lift lantai 6-

“Krisnaa!!”

“Vitaaaa!!”, kami berteriak tertahan nyaris berbarengan.

“Itu tadi apaa?!!..ehh..siapa!” Vita histeris demi melihat sesosok yang berpapasan dengan kami di lorong itu.
Kami berdua mau ke toilet sambil cekikikan seperti anak SMK yang sedang PKL, sosok itu akan menunaikan sholat dzuhur, dengan wajah bening yang berbinar berkat air wudhu.

“Gak tahu, Vit! Keren banget ada yang kayak gitu di lantai kita!!”
Setelah itu buru-buru kami menjelajahi seluruh intranet yang baru kami dapat password-nya kemarin. Kami menemukannya.

Nama: Febi
Posisi: Dokter

Dia ada di lantai kami karena kliniknya baru direnovasi.

***
Ceritanya cukup sampai di sini.

Karena dia memang mengagumkan sekaligus too-good-to-be-true. Dalam artian biarkan dia ada di tempatnya sekarang, jadi orang favoritmu, jadi idolamu. Begitu terlalu dekat, hancur semua image-nya, hehe.

Untung aku, dan juga Vita, segera menyadarinya. Kalau tidak, kami mungkin jadi yang paling depan dari rombongan die hard fans-nya, yang dengan clumsily dia hindari.

Atau lebih tepatnya, semua mulai hancur waktu kami pergi karaoke pertama kali. Dia menyanyikan lagu-lagu dari playlist pribadinya, yang aku yakin gak akan diputar sama Swaragama FM, radionya intelektual muda Jogja, di mana dia juga dulu kuliah di sana. Playlistnya berkisar pada D’Masiv, D’Bagindas, Armada dan sesekali Merpati Band, bahkan pernah Sembilan Band.

Belum pernah dengar? Dia sudah.

Dalam beberapa waktu saja, stigmanya sudah berubah dari dokter-kantor-idola-ibu-ibu-untuk-dijadikan-mantu-atau-cemceman menjadi ketua geng alay yang mengajak kami melakukan hal-hal aneh bin hedon selama rentang waktu hampir dua tahun, yang sebenarnya hanya untuk mengobati rasa keingintahuan dan jiwa petualangnya (e.g. ice skating, bowling, main di waterbom). Dan geng ini bisa berubah nama dan formasinya sesuai keadaan. Kami pernah jadi “Geng Mainan Andy” setelah nonton Toy Story 3. Padahal, dia sendiri mirip Woody, mirip sekali dalam hal struktur tulang wajah, maupun sifatnya.

Tapi, aku merasa, entah dia sendiri merasa atau tidak, dia sudah beberapa kali kehilangan teman sepermainan. Mungkin teman satu angkatan kerjanya, lalu kami, yang semakin sibuk dengan pekerjaan, bermain di komunitas baru, berkeluarga, sekolah, sementara jobdesc-nya relatif lebih rutin. Ini bukannya tidak berdasar, karena kadang aku mendapati menceritakan teman-temannya terdahulu kepada kami, yang walaupun tidak kenal kami jadi ikut mengagumi. Nampaknya, dia kangen mereka.

Malah kerap muncul keinginan minta maaf karena mungkin untuk kesekian kalinya dia harus merasakan kesepian lagi. Tapi, tentu saja, itu kalau dia adalah aku. Sepertinya dia nggak terlalu memikirkan atau merasakan itu, karena,-ini yang kukagumi darinya-, dia bisa merasa asik dalam kondisi apapun dan friendly kepada siapapun.

Dan akhir-akhir ini, terimakasihku kepadanya sepertinya menjadi-jadi, karena kesabarannya mendengarkan aku selama kejadian itu (bisa ditemukan di tulisan-tulisanku yang lain, sudahlah), lebih dari kelakuan ajaibku yang selalu bilang semacam “Makasih udah diingetin, aku berusaha enggak nginget-nginget lagi/sabar/melupakan/enggak ngambil baygon (oke ini fiktif)” setelah habis curhat ke dia dan besoknya mengulangi curhat yang sama.

Beberapa kali dia mengirimkan screenshoot dari quotes favoritnya untuk menguatkanku, tapi sambil menghasut, mengompori, membuatku berharap kalau keadaan akan membaik dan kembali seperti semula. Sial. Tapi ada satu kalimat dari penulis favorit yang dia kirimkan. Sempat terharu membacanya.

dari Coelho,lewat dia, untuk aku
dari Coelho,lewat dia, untuk aku

Waktu itu, aku jadi berpikir dan sejenak melupakan masalahku, bagaimana bisa seseorang melihat temannya sedang menjadi diri mereka sendiri, atau tidak. Bagaimana selama ini dia memandangku. Bagaimana cara menjadi diri sendiri di depan temanmu.

When the road looks rough ahead
And you’re miles and miles
From your nice warm bed
You just remember what your old pal said
Boy, you’ve got a friend in me

Bulan ini, dia berangkat ke luar negeri untuk menyelesaikan program S2 linkage-nya. Dan, waktu memang berjalan lebih cepat ketika kamu tahu pasti kapan akan kehilangan (kehadiran) seseorang. Akhir-akhir ini jadi ingin sering main lagi seperti sebelum-sebelumnya. Dan beberapa kali menyesal karena batal, seperti bertemu di kampung halaman saat mudik lebaran. Semoga dia tetap baik-baik di sana dan tetap jadi dia, tidak beralih peran jadi aktor Kabuki tapi jangan lagi jual mahal sama gadis-manis-lucu-cerdas-selanjutnya (setelah aku?) yang bakal ditemuinya di sana. Karena dia sendiri harus ingat, bahwa seperti lagu karaokenya minggu lalu,
Hidup Tanpa Cinta Bagai Taman Tak Berbunga
(lihat kan pilihan lagunya, mungkin kalau gilirannya menulis sebuah post, dia akan pakai lagu ini sebagai inspirasinya).

Leave a comment